Banjir di
Jakarta datang rutin hampir setiap tahun. Tetapi siklus banjir besar datang
lima tahunan. Namun saat ini, banjir merupakan musibah terbesar dalam lima
tahun terakhir. Dampaknya terhadap penduduk dan kehidupan ekonomi sosial di
Jakarta sangat meluas karena banyak sudut wilayah Ibu Kota tersentuh oleh
banjir ini.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan
banjir kali ini diperkirakan sangat besar karena Jakarta bukan hanya pusat
pemerintahan tetapi juga pusat ekonomi, yang bertransaksi dengan seluruh
wilayah Indonesia. Dengan kemacetan ekonomi Jakarta, maka dampak ekonominya
meluas ke wilayah-wilayah di luar Jakarta.
Kerugian dunia usaha yang
ditimbulkan oleh banjir dalam waktu satu minggu ada yang memperkirakan mencapai
Rp1 triliun. Memang belum ada statistik yang mengukur langsung secara tepat
jumlah kerugian ekonomi, yang diderita oleh warga Jakarta. Tetapi dampak
kerugian memang sangat meluas, seperti kegiatan distribusi barang, kegiatan
penerbangan di bandara, dan lainnya.
Selain itu, banjir juga telah
menyebabkan harga barang-barang kebutuhan pokok naik karena distribusi
barang-barang terhambat. Kenaikan harga barang-barang tersebut berkisar 10%
hingga 20%.
·
Kerakusan
Fakta ini
kemudian memunculkan kritik bahwa biang keladinya adalah kebijakan ekonomi,
kebijakan tata ruang, dan banyak kebijakan lainnya yang anti lingkungan hidup,
baik di Jakarta atau di luar Jakarta. Strategi pembangunan ekonomi selama ini
tidak sama sekali memiliki wajah lingkungan hidup. Kerakusan ekonomi telah
menyebabkan kerusakan lingkungan karena pembangunan ekonomi pasar tidak
mengindahkan kaidah-kaidah etika lingkungan dan kepentingan sosial, yang luas.
Persaingan pasar berorientasi pada
kepentingan modal. Jika tidak ada etika dan moral yang memandunya, maka
kepentingan lingkungan hidup dinafikan atau paling maksimal disubordinasikan di
bawah otoritas pasar. Karena itu, wajar jika banyak kebijakan menabrak jalur
hijau, mengubah serapan air menjadi bangunan, menghilangkan waduk kecil dan
kebijakan yang lainnya yang anti lingkungan hidup.
Pasar memang dapat menggerakkan
ekonomi, tetapi tidak dapat mengakomodasi moral dan etika. Pembangunan ekonomi
Jakarta yang cepat menempatkan pemilik modal dan investor sebagai kesatria
utama. Kepentingan sosial dan lingkungan pasti terabaikan jika etika, moral dan
regulasi tidak ditegakkan untuk menahan dampak eksternalitas pasar.
Karena tidak ada benteng moral dan
regulasi yang baik, maka kejadian banjir di Jakarta hanyalah dampak dari proses
tindakan kolektif ekonomi, yang menafikan lingkungan. Banjir hanya akibat dari
apa yang dilakukan secara kolektif di Ibu Kota sekarang dan sebelumnya.
·
Kebijakan
Pemerintah
perlu mengambil tindakan kebijakan yang cepat untuk mengatasi atau setidaknya
mengurangi banjir di Jakarta.
Pertama, momentum banjir ini
merupakan kesempatan emas untuk menyelesaikan kanal timur dan kanal-kanal
lainnya. Pembangunan kanal penahan banjir mutlak perlu dilakukan dan perlu
meniru pemerintah Belanda dalam mengelola drainase air di kota seperti
Amsterdam.
Pada masa normal sangat sulit
berhadapan protes yang menghalangi pembangunan kanal. Tetapi sekarang pada
momentum ini sepuluh juta orang berkepentingan terhadap kanal dibandingkan
segelintir orang, yang menghalangi tersebut.
Kedua, banjir di Jakarta mesti
diatasi dari hulu juga. Pemerintah pusat sudah mesti memikirkan dan sekaligus
mengambil keputusan untuk membangun waduk di Bogor untuk menahan air bah turun
ke Jakarta. Tetapi keputusan ini tidak mudah dan perlu keberanian untuk menentukan
wilayahnya, sekaligus keberanian untuk mensosialisasikannya kepada masyarakat,
terutama yang pasti menentang.
Jika tidak ada ketegasan, maka
jangan berharap ada solusi terhadap banjir tahunan dan siklus lima tahunan di
Jakarta. Perwujudan pembangunan waduk tersebut juga akan berfungsi ganda untuk
irigasi dan listrik. Jika waduk tersebut dapat diwujudkan, maka sudah pasti
fungsinya sebagai penahan air akan bekerja. Jika air bah datang setidaknya
banyak yang bisa ditahan.
Ketiga, kebijakan jangka menengah panjang
lainnya yang penting untuk solusi keruwetan Jakarta adalah memindahkan ibu kota
negara Republik Indonesia ke luar Jakarta. Kebijakan ini bertujuan agar beban
Ibu Kota menjadi lebih ringan sehingga sebagian beban ekonomi publik pindah ke
wilayah lainnya.
Kebijakan ini memerlukan keputusan
yang tinggi dengan menetapkan undang-undang. Ini bisa dilakukan oleh DPR dengan
pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar