Mobil
seharga 80 hingga 90 juta rupiah bakal siap meluncur di jalanan-jalanan di
Indonesia. Mobil ini merupakan gagasan pemerintah untuk mengusung program ramah
lingkungan, green car. Direktur Jendral Industri Berbasis Teknologi Tinggi,
Kementerian Perindustrian IUBTT Budi Darmadi menyebutkan sedikitnya
300 ribu unit lebih yang akan disiapkan.
Staf
Khusus Menteri Perindustrian, Benny Soetrisno dan Anggota Komisi VI DPR,
Lili Asdjudiredja sepakat menyatakan dukungannya dengan proyek ini. Hanya
saja, kata Lili, Indonesia harus lebih dulu memiliki industri dasar
logam dan harus yang benar-benar kuat.
Lili dan
Benny memprediksi jika industri mobil nasional sudah berjalan, mobil-mobil
impor akan dapat disaingi. Menurut keduanya, Indonesia berpotensi cukup besar
untuk menjadi negara produsen mobil murah,
Bagi Nursyamsi,
pengamat otomotif yang juga tergabung di Gabungan Industri
Kendaraan Bermotor Indonesia GAIKINDO, mengatakan, pemerintah belum
mempunyai standar hitungan yang akurat untuk merealisasi proyek ini. Menurut
dia, hal ini terlihat dari pemberian intensif produsen, terutama insentif
fiskal berupa pemotongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
“Kalau
treatmentnya di PPnBM, tetap berlaku hal yang sama, sehingga tujuan untuk eco
car tidak jelas, menjadi terdistorsi. Target 80 juta on the road tidak akan
tercapai dengan PPnBM semata itu harus simultan dengan biaya balik nama dan
seterusnya,” tambah Bagi.
Dewan
Transportasi Kota menilai proyek mobil murah ini justru akan menjadi
penyumbang kemacetan yang baru. Ketua Dewan Tranpsortasi Kota, Azas Tigor
Nainggolan mengatakan, program ini sangat kontradiksi antara bisnis dan upaya
mengurangi kemacetan.
“Menurut
saya walaupun itu mobil murah atau ramah lingkungan, kalau itu diperuntukkan
untuk kendaraan pribadi, itu kontradiksi dengan kepentingan lingkungan. Kenapa
kontradiksi, karena sampai sekarang Jakarta macet karena tingginya penggunaan
mobil pribadi. Nanti akan berbondong-bondong orang akan membeli dan akan
menambah kemacetan. Persoalan pencemaran lingkungan semakin tinggi karena
kemacetan tersebut,” tegas Azas Tigor.
Namun
pemerintah tidak merasa kehadiran mobil murah akan berpengaruh pada peningkatan
kemacetan. Program ini diyakini mampu untuk meningkatkan perekomian masyarakat.
“Yang macet
itu kan kota-kota besar saja, Jakarta, Surabaya dan Medan. Saya ingat, rakyat
kita itu banyak yang perlu mobil, coba ada kan survey kepada pemilik sepeda
motor, mereka akan berkata pak kalau ada uang kita nanti ganti mobil, supaya
tidak kehujanan. Jadi ini menumbuhkan perekonomian,” kata Direktur Jendral
Industri Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi
Pengamat
transportasi dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna berpendapat, proyek
ini menunjukkan tidak adanya niat pemerintah untuk memperbaiki kondisi
kemacetan.
“Ini sekali
lagi menunjukkan ketidakberpihakan kebijakkan pemerintah terhadap transportasi
massal. Ini pun menunjukkan tidak adanya koordinasi sektor pengembangan
industri dang sektor infrastruktur terutama pembangunan jalan. Bentuk
diskoordinasi ini menjadikan persoalan tidak pernah terurai bahkan jauh dari
solusi.”
Yayat
Supriyatna menambahkan, selama ini pemerintah selalu mengesampingkan program
jangka panjang dengan hadirnya program jangka pendek. Padahal memperbaiki
sistem tranportasi massal atau umum, serta memperbaiki infrastruktur jalan
adalah program jangka panjang yang sangat membantu mengatasi kemacetan.
Bukan membuat program baru dengan memproduksi mobil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar