Senin, 22 Oktober 2012

Mobil Murah: Ramah Lingkungan atau Tambah Kemacetan? ( BI-10-10-12)


 Mobil seharga 80 hingga 90 juta rupiah bakal siap meluncur di jalanan-jalanan di Indonesia. Mobil ini merupakan gagasan pemerintah untuk mengusung program ramah lingkungan, green car. Direktur Jendral Industri Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian  IUBTT  Budi Darmadi  menyebutkan sedikitnya 300 ribu unit lebih yang akan disiapkan.
Staf  Khusus Menteri Perindustrian, Benny Soetrisno dan Anggota Komisi VI DPR, Lili Asdjudiredja sepakat menyatakan dukungannya  dengan proyek ini. Hanya saja, kata Lili,  Indonesia  harus lebih dulu memiliki industri dasar logam dan harus yang benar-benar kuat.
Lili dan Benny memprediksi jika industri mobil nasional sudah berjalan, mobil-mobil impor akan dapat disaingi. Menurut keduanya, Indonesia berpotensi cukup besar untuk menjadi negara produsen mobil murah,
Bagi Nursyamsi, pengamat otomotif yang  juga  tergabung di Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia GAIKINDO,  mengatakan, pemerintah belum mempunyai standar hitungan yang akurat untuk merealisasi proyek ini. Menurut dia, hal ini terlihat dari pemberian intensif produsen, terutama insentif fiskal berupa pemotongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
“Kalau treatmentnya di PPnBM, tetap berlaku hal yang sama, sehingga tujuan untuk eco car tidak jelas, menjadi terdistorsi. Target 80 juta on the road tidak akan tercapai dengan PPnBM semata itu harus simultan dengan biaya balik nama dan seterusnya,” tambah Bagi.
Dewan Transportasi Kota menilai proyek mobil murah ini  justru akan menjadi penyumbang kemacetan yang baru. Ketua Dewan Tranpsortasi Kota, Azas Tigor Nainggolan mengatakan, program ini sangat kontradiksi antara bisnis dan upaya mengurangi kemacetan.
“Menurut saya walaupun itu mobil murah atau ramah lingkungan, kalau itu diperuntukkan untuk kendaraan pribadi, itu kontradiksi dengan kepentingan lingkungan. Kenapa kontradiksi, karena sampai sekarang Jakarta macet karena tingginya penggunaan mobil pribadi. Nanti akan berbondong-bondong orang akan membeli dan akan menambah kemacetan. Persoalan pencemaran lingkungan semakin tinggi karena kemacetan tersebut,” tegas Azas Tigor.
Namun pemerintah tidak merasa kehadiran mobil murah akan berpengaruh pada peningkatan kemacetan. Program ini diyakini mampu untuk meningkatkan perekomian masyarakat.
“Yang macet itu kan kota-kota besar saja, Jakarta, Surabaya dan Medan. Saya ingat, rakyat kita itu banyak yang perlu mobil, coba ada kan survey kepada pemilik sepeda motor, mereka akan berkata pak kalau ada uang kita nanti ganti mobil, supaya tidak kehujanan. Jadi ini menumbuhkan perekonomian,” kata Direktur Jendral Industri Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi
Pengamat transportasi dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna berpendapat, proyek ini menunjukkan tidak adanya niat pemerintah untuk memperbaiki kondisi kemacetan.
“Ini sekali lagi menunjukkan ketidakberpihakan kebijakkan pemerintah terhadap transportasi massal. Ini pun menunjukkan tidak adanya koordinasi sektor pengembangan industri dang sektor infrastruktur terutama pembangunan jalan. Bentuk diskoordinasi ini menjadikan persoalan tidak pernah terurai bahkan jauh dari solusi.”
Yayat Supriyatna menambahkan, selama ini pemerintah selalu mengesampingkan program jangka panjang dengan hadirnya program jangka pendek. Padahal memperbaiki sistem tranportasi massal atau umum, serta memperbaiki infrastruktur jalan adalah program jangka panjang yang sangat membantu  mengatasi kemacetan. Bukan membuat program baru dengan memproduksi  mobil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar